Wah, sudah lama sekali saya tidak menulis postingan baru di blog ini.
Sebagai bentuk comeback, saya akan berbagi pengalaman saya memakai lensa baru saya, yaitu Lensa Canon 50mm f/1.8 STM.
Lensanya mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada lensa kit (lensa bawaan). Membuat para traveler jadi lebih enteng membawa kamera, walaupun mungkin hanya beda beberapa gram saja.
Tapi untuk saya, ini terasa sekali. Ringannya memudahkan bergerak dan membuat saya jadi lebih aktif saat memotret.
Seperti yang kita semua tau, lensa ini adalah lensa fix.
Jadi, tidak bisa zoom in maupun zoom out.
Kita harus bergerak untuk mencari sudut lebih dekat atau lebih jauh. Buat saya tidak masalah, karena hasil fotonya pun berbeda karena bergerak dan pindah lokasi memotret, menghasilkan sudut pandang yang berbeda.
Berikut spesifikasi detail mengenai lensa ini:
[Spesifikasi Canon EF 50mm f/1.8 STM]
Focal Length: 50mm
Aperture: Maximum: f/1.8
Camera Mount Type: Canon EF
Format Compatibility: 35mm Film / Full-Frame Digital Sensor Canon (APS-C)
Angle of View: 46°
Minimum Focus Distance: 14" (35.56 cm)
Magnification: 0.21x
Elements/Groups: 6/5
Diaphragm Blades: 7, Rounded
Autofocus: Yes
Filter Thread Front:49 mm
Dimensions: (DxL) Approx. 2.7 x 1.6" (68.58 x 40.64 mm)
Weight: 5.7 oz (162 g)
Review lengkap dengan foto dan video (diambil dengan Canon 1200D) bisa dilihat di video berikut:
Postingan ini awalnya mau dibikin versi video ala podcast tapi setelah dipikir-pikir, lebih pas versi tulisan aja. Dan disinilah saya, berbagi tentang tulisan mengenai keberuntungan.
Sebelumnya, mari kita kesampingkan dulu faktor agama di sini.
Karena saya akan membahas LUCK dari sudut pandang filosofi.
Filosofi saya tentang keberuntungan yang kita dapatkan di dunia ini.
Menurut saya,
Keberuntungan hanya akan didapatkan bagi manusia yang telah berjuang. Yang telah mengerahkan kemampuan, tekad, dan usaha.
Telah, ya, bukan sedang.
Mereka yang sudah berusaha, sudah melakukan yang mereka bisa, berbuat yang terbaik, akhirnya mendapatkan "keberuntungan" untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Contohnya begini:
Saya tersesat di suatu daerah. Saya mencoba memutar balik ke jalan yang saya ketahui, tapi saya makin nyasar. Bertanya ke orang, bukannya nemu jalan keluar, malah semakin mbruwet. Sampai akhirnya, saya mencoba istirahat dulu dengan minum di warung pinggir jalan. Saat meminum teh botol dengan perlahan, segerombolan motor melewati jalan. Salah satu dari mereka, teriak, "Ayo kita ke kota! Nonton tim kebanggaan kita! Mendengar itu, saya langsung gercep mengikuti mereka (tentunya bayar tehnya dulu). Saya mengikuti mereka, karena mereka pasti hendak menuju stadion, dan saya kenal daerah situ, berarti saya bisa lolos dari ketersesatan ini. Akhir cerita, saya pun sukses menemukan jalan keluar.
Itu adalah cerita saya. Usaha maksimalnya dimana? 1. Mencoba memutar balik 2. Bertanya ke orang Keberuntungannya? Secara tidak sengaja, saya berhenti di tempat yang ternyata dilewati oleh segerombolan motor yang ingin menonton pertandingan bola. Yang kemudian, memberi jalan keluar dari masalah saya. Saya ada beberapa contoh lain, tapi inti ceritanya sama. Usaha terlebih dahulu, keberuntungan datang kemudian. Tentunya, ini adalah filosofi saya. Apa yang saya percaya dari pengalaman saya. Yang mungkin, wajar jika berbeda pendapat dengan yang lainnya. Semoga tulisan ini bermanfaat:)
Instagram meluncurkan IGTV beberapa minggu yang lalu. Sebagai orang yang ingin mengikuti perkembangan zaman dan tentunya mencoba terus mengerti bagaimana sosial media ke depannya nanti, saya pun mencoba membuat video IGTV.
Semua orang tahu tentang video vertikal yang berlaku di IGTV.
Vertikal.
Potrait.
Bukan landscape. Bukan pula horizontal video.
Saya pun mencoba yang mudah buat saya dulu, yaitu dengan handphone. Saya mendokumentasikan kegiatan pembelajaran saya, wawancara bahasa inggris.
Bagi saya, sebagai pembuat, sensasinya memang berbeda.
Karena dari dulu terbiasa video yang melebar ke samping. Sekarang, malah panjang ke atas (atau ke bawah).
Dulu, susah sekali mendapatkan full body seseorang. Sekarang, jadi lebih mudah karena sistem vertikalnya.
Saya masih belum bisa memutuskan apakah IGTV bisa menjadi saingan Youtube.
Tapi, satu hal yang pasti, video vertikal pasti menjadi tren tersendiri ke depannya.
Dan tidak ada yang lebih baik, video vertikal dan horizontal itu sama baiknya. Sama kerennya.
Buat orang yang tempat kerjanya di social media, atau mendapatkan rezeki dari media sosial, cobalah IGTV. Jangan sampai ketinggalan. Manfaatkan semua keunggulan dari IGTV dan youtube. Karena video vertikal juga bisa diupload ke youtube juga.
Dulu nganggep Instagram itu ya tempat share foto. Nomor 1 itu foto, caption berada di nomor sekian. Tapi, makin ke sini, makin berubah pendapatnya. Caption atau cerita bisa jadi nilai plus tersendiri.
Apalagi zaman sekarang, beberapa selebgram (cielah, seleb-gram) ada yang nulis caption bisa panjang banget. Nyeritain kejadian di foto, behind the scene foto tersebut, atau cerita yang berhubungan sama fotonya.
Dan kalo dipraktekkin, ke jualan. Cerita jadi magnet buat pembeli.
Kayak A jualan jam tangan, isi feed IG cuma berbagai jam difoto diambil dari angle yang sama, captionnya pun cuma nama jam + harganya. Malah ada yang harga nggak dicantumin biar pada DM dulu (lhah).
Contoh lain, ada B, sama jualan jam tangan, tapi bedanya B punya cerita. Cerita kenapa membuat jam, cerita tentang filosofi waktu, cerita tentang pemilihan warna di jam tangan, cerita tentang pake jam menambah oke fashion seseorang.
The art of storytelling. Bukan sekedar jualan, tapi juga personal branding. Salah satu yang suka adalah akun dari nah project
Saya termasuk ngikutin mereka dari awal banget, waktu jenis sepatunya masih dikit. Sekarang yang dijual banyak banget jenis sepatunya, dan keren-keren. Yang bikin mereka beda itu adanya transparansi harga. Dapet harga 300 ribu itu darimana, dijelasin semua sama mereka. Cerita pembuatan sepatunya, kenapa begini, begitu, dijelasin. Kenapa kolaborasi dengan si A, B, C, dijelasin. Semuanya ada ceritanya. Jadi, menguatkan brandnya. Menguatkan "dagangannya". Dan saya belajar banget dari akun ini. Karena saya lagi giat-giatnya belajar tentang digital marketing, saya coba analisa luar dalem teknik yang mereka pake di social media. Yang saya harap bisa saya pake di kemudian hari.
Jum'at (20 Juli 2018),sekolah alam bambu item kedatangan tamu dari yayasan tamu baca dan beberapa mahasiswa dari Amerika (Will, Kasey, Brent dan Isaac) yang sedang liburan.
Selaku fasilitator SABIT, saya dan guru lainnya berbagi tentang apa itu sekolah alam, pembelajaran belajar bersama alam, wall climbing, dan berkebun.
Ada satu sesi (foto pertama), saya berkesempatan untuk ngobrol bersama salah satu tamu untuk menjelaskan tentang dapur kreasi SABIT.
Kalimat pertama yang ada di kikiran saya itu "This is our kitchen."
Tapi, kalimat yang keluar malah, "This is our chicken."
(efek grogi sepertinya)😂
Untungnya, abis itu nggak ada belepotan lagi. Lancar, dan kadang masih ada proses mikir beberapa detik dulu sebelum menjawab. Maklum, namanya juga masih belajar.
Saat mereka ke sekolah, murid-murid SABIT itu banyak yang menghampiri mereka. Ada yang ngeliat jauh, tapi penasaran. Ada yang ngedeketin, tapi liat-liat aja. Ada juga yang deketin, terus beneran ngajak ngobrol.
Yang ngajak ngobrol pun banyak ragamnya. Ada yang beneran pake bahasa inggris, tapi ada yang manggil mereka dengan "Om, om."
(bule dipanggil om mana ngerti 😅)
Tapi itu lucunya, sih.
Reaksi anak-anak itu unik-unik banget. Sayangnya memang di faktor durasi yang cuma setengah jam doang, coba lebih panjang. Mungkin interaksi antara para tamu dengan anak-anak bakal lebih banyak.
Btw, karena pengalamannya cukup berkesan, saya bikin dua video tentang ini. Satu diupload di youtube saya, satunya di youtubenya sekolah. Inti ceritanya sama, tapi masing-masing punya momen spesial tersendiri.
Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong.
Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.
Dari dulu suka heran kenapa ya saya suka banget sama buku motivasi. Apa karena saya orangnya butuh banget didorong dengan kalimat motivasi? Butuh banget baca kata-kata puitis agar semangat terus?
gramedia.com
Dulu saya bertanya-tanya sampai sebegitunya, sampai akhirnya masuk ke sekolah dan ngajar. Ternyata ilmu dari baca buku motivasi terpakai saat mengajar. "Ayo, kalian pasti bisa!" "Semuanya, mari kita coba sekali lagi, dengan jauh lebih semangat!" "Kalo gagal, coba lagi. Masih gagal, coba lagi. Coba lagi, terus sampai bisa. Sampai terbiasa!" Dan itu tentunya bukan sekedar kalimat motivasi, tapi juga ada actionnya. Dengan tindakan nyata, dengan aksi yang sesungguhnya.
Ada anak yang takut berenang, saya lalu memberi contoh dengan beneran nyemplung ke kolam renang, agar anak yang takut renang ini merasa lebih baik. Ada anak yang kesusahan saat wall climbing, saya lalu memberi contoh dengan beneran wall climbing, agar anak mendapatkan contoh gimana cara naiknya.
Ada anak yang kesulitan saat berada di gunung, saya lalu memberi contoh dengan menjadi kuat saat lagi di gunung, agar anak yang belum pernah ke gunung sebelumnya, menjadi kuat juga.
Hebat memang, bagaimana dunia bekerja. Dulu cuma sekedar baca buku motivasi, sekarang harus memotivasi atau menasehati. Akhirnya, ilmu dari buku motivasinya terpakai.
(tambahan: akan jauh lebih baik, kalo membaca buku motivasi itu nggak cuma sekedar dibaca, tapi juga dipraktekkan. Entah buku motivasi tentang bisnis atau kesuksesan. Dipraktekkan, agar ilmunya terpakai dengan baik.)
Saya yakin tiap orang punya darkest day nya masing-masing.
Bisa karena gagal masuk kampus impian, kecelakaan parah
hingga harus menginap di rumah sakit beberapa hari, atau laptop kemalingan
padahal isinya skripsi yang bentar lagi mau selesai.
Saya yang lebih condong ke Ibu daripada ke Bapak, kehilangannya terasa sekali.
Stresnya, depresinya, menyendirinya, semuanya tertumpuk selama setahun lebih sampai akhirnya saya bisa mulai beranjak lagi. Tetap melangkah, tapi tidak melupakan beliau di sana.
Saya akhirnya berjalan tegak sendiri, mencoba belajar untuk mandiri. Namun, pertanyaan pesimis terngiang mengelilingi kepala:
"Tapi, nanti bisa nggak, ya?"
"Tapi, nanti kalo ada apa-apa, terus gimana, ya?
"Tapi, tapi, tapi....."
Untuk orang yang baru merasakan darkest daynya, pesimisnya itu gila-gilaan. Alhamdulillah, banyak yang mendukung saya, membantu mendorong saya, menemani saya, membimbing agar terus bergerak, bukan diam di tempat.
Yang mau saya bagi di artikel ini adalah apapun kejadian terburuk yang terjadi pada hidupmu, kamu bisa melaluinya.
Susah, tapi bisa.
"Tapi, kak, saya broken home. Terus gimana dong?"
"Tapi, kak, saya nggak punya orang yang dukung saya. Terus gimana dong?
"Tapi, kak, tapi...... "
Begini, saya sesudah Ibu tiada, saya mendekam di rumah seharian. Bahkan, saat Ibu saya masih di rumah sakit, saya sudah kehilangan semangat dan motivasi. Saya mengunci diri, melepas diri dari sosialisasi.
Saya memang merasa itu sangat-sangat berat buat saya.
Tapi, jauh di luar sana, ada orang yang punya kondisi yang sama dengan saya, dan dia bisa move on.
Jauh di luar sana, ada orang yang punya situasi yang lebih buruk dari saya, dan dia bisa sukses luar biasa.
Jauh di luar sana, ada orang-orang yang memang dari lahir diberi kesempatan yang berbeda, sehingga mengharuskan mereka untuk do the impossible. Dan hebatnya, mereka bisa.
Apapun kondisimu sekarang, cobalah yang terbaik, kerahkan kemampuanmu yang maksimal mungkin. 10000&% dari hatimu, jiwamu, bahkan pikiranmu!
Baru-baru ini, saya lagi seneng-senengnya nontonin video
youtube dari Gary Vaynerchuk. Seorang
pengusaha sukses, pemilik bisnis wine. Kalo di youtube channelnya berisi konten
motivasi, tentang kerjaannya, wawancaranya, dan meetingnya.
Dia sepertinya
sangat memerhatikan media sosial, karena menurutnya, orang sekarang lebih
sering pegang hp, lebih sering maen sosmed, dan seharusnya memanfaatkan itu
semua.
Dari semua teori yang ia tawarkan, ada satu yang menarik
perhatian saya.
Bahkan sempat saya share di IG, twitter, dan FB saya.
Teorinya adalah document
vs create.
Atau, kalo dalam bahasa saya, yang menurut saya lebih mudah,
documentation > creation.
[semua tulisan di bawah ini diambil dari sudut pandang saya mengenai
teori di atas]
Maksudnya, “dokumentasikan” apapun agar bisa menampilkan “produk”
setiap hari.
Misalkan, sekolah.
Dokumentasikan saat kegiatan pembelajaran, saat persiapan
sebelum acara di sekolah, saat evaluasi, saat rapat, dan lain-lain.
Itu bisa menjadi konten di instagram, FB, youtube, atau yang
baru IGTV.
Dan idealnya, buatlah dokumentasi setiap hari. Uploadlah setiap
hari. Karena setiap sosmed yang ada butuh konten untuk diisi.
saya sendiri belum mempraktekkan daily vlog di akun youtube saya, tapi kemungkinan suatu hari nanti akan saya coba
Teori dokumentasi
setiap hari berlaku untuk Casey Neistat (vlogger amerika) yang membuat vlog
setiap hari. Dan Casey sendiri pun mengakui, setelah daily vlognya, subscribernya
langsung naik secara drastis.
Memanfaatkan semua sosmed dengan mudah dan maksimal adalah
dengan mendokumentasikan kegiatan (behind the scene) agar bisa menjadi konten
di sosmed itu sendiri.
Melanjuti teori
documentation > create.
Saya ambil contoh, A punya band, dan ingin mempromosikan
bandnya lewat youtube.
Dengan rumus mengutamakan “dokumentasi” dan harus setiap
hari, maka jadinya seperti ini:
Day 1: video tentang latihan di studio
Day 2: video tentang biasanya di studio mana dan kenapa di
situ
Day 3: lagu apa yang sering dimainkan
Day 4: wawancara vokalis, terinspirasi nyanyi dari siapa
Day 5: wawancara gitaris, terinspirasi bermain gitar dari
siapa
Day 6: wawancara bassis, terinspirasi bermain bass dari
siapa
Dan begitu seterusnya.
Kalo misalkan bengkel custom motor berarti begini:
Day 1: video tentang sedang custom motor apa
Day 2: wawancara tentang biasanya pelanggan suka custom yang
kayak gimana
Day 3: penjelasan berap biaya untuk ganti jok, macam-macam
harga jok
Day 4: penjelasan berap biaya untuk ganti knalpot,
macam-macam harga knalpot
Day 5: penjelasan berap biaya untuk ganti stang, macam-macam
harga stang
(contoh band yang pernah full upload video youtube setiap hari adalah Endank Soekamti. Itu saat mereka lagi pembuatan album terbaru mereka, dan videonya diupload setiap hari di youtube)
Tidak harus di youtube, tapi videonya bisa diupload ke IGTV,
twitter, facebook, atau bahkan snapchat.
Kalo bisa setiap hari upload, tiap hari update terus
kontennya, kemungkinan subscriber akan naik secara teori.
Dokumentasi itu lebih mudah bikinnya. Berbeda dengan harus
membuat iklan, film pendek, perlu proses panjang. Dan satu tambahan yang
mendukung teori document > create ialah kids zaman now butuh konten untuk
dilihat setiap harinya. Mereka butuh video baru setiap hari, karena mereka
sekarang nongkrongnya yang di sosmed.
(ini menjelaskan tagline youtube lebih dari TV BOOM!
Hehehehehe)
Saya sendiri belum pernah menerapkan full update konten
sosmed setiap hari. Tapi selama kerja di Sekolah Alam Bambu Item, saya upload
video dokumentasi acara sekolah ke youtube.
Ternyata, memang ditonton anak-anak
(siswa sekolah). Bahkan, sampai video yang sudah lama, sekitar setahun yang
lalu juga ditonton. Sampai hafal kegiatannya apa saja dalam video itu.
Akun youtube SABIT yang sekarang saya pegang, dulu awalnya cuma
20 an. Terus saya isi video dokumentasi per kegiatan (bukan video iklan,
apalagi film pendek. Murni dokumentasi). Akhirnya sekarang naik menjadi 140an
subcribers. Nggak terlalu banyak memang, tapi teori document > create
mungkin ada benarnya juga.
Untuk mempromosikan sesuatu, document > create memang
lebih mudah dan lebih cepat.
Jadi ini adalah ilmu yang saya dapat, dan akan saya coba di
sekolah. Semua tulisan di atas berdasarkan opini saya terhadap video Gary
Vaynerchuk dan teorinya tentang documentation.
Semoga bermanfaat. Jika merasa setuju, bisa silakan dipraktekkan.