#1 Jus Mangga
Saya ingat, saya mulai belajar puasa itu awal-awal SD.
Saya belajar puasa tidak langsung full puasa satu hari
penuh. Tetapi, dimulai dari yang mudah dulu. Puasa setengah hari, atau cuma sampai
dzuhur. Itu pun pake diiming-imingi hadiah.
Jadi, karena proses belajar, kalo saya berhasil puasa akan
diberikan uang.
- Puasa sampai dzuhur: 500 rupiah
- Puasa sampai asar: 750 rupiah
- Puasa sampai maghrib: 1.000 rupiah
Ini memang cukup efektif buat saya, karena waktu awal
belajar, puasa memang terasa susah sekali. Hadiah cuma menambah motivasi
tambahan. Karena pas udah gedenya, puasa jadi terasa gampang, dan nggak butuh
hadiah berupa uang lagi.
Itu cerita saya.
Sekarang, saat sudah dewasa, sudah bekerja, saya melihat murid-murid saya yang baru belajar puasa.
Sekarang, saat sudah dewasa, sudah bekerja, saya melihat murid-murid saya yang baru belajar puasa.
Ada yang TK sudah belajar puasa, walaupun baru setengah hari.
Ada juga SD kelas kecil sudah puasa full satu hari penuh. Luar biasa memang
teman-teman kecil kita ini.
Saya ada cerita sewaktu mengajar Bahasa Inggris di kelas
kecil.
Ada dua murid saya, mari kita sebut mereka: Adam Levine dan
Jackie Chan. (Iya, satunya jago nyanyi, dan satunya jago kungfu).
Mereka duduk bersebelahan, dan sama-sama cerita kalo mereka
sedang belajar puasa. Katanya, nanti mereka akan buka saat jam setengah dua
belas nanti.
Adam Levine berkata, “Nanti aku mau buka pake jus mangga.”
(suaranya biasa saja, tidak melengking seperti saat ia lagi nyanyi)
“Kalo aku pake spaghetti.” balas Jackie Chan, sambil mengepalkan
tangan ke udara.
Saya hanya membalas dengan senyum simpul dan menggangguk
pelan.
Saat pelajaran saya selesai, break time pun tiba.
Adam Levine lalu mengambil botol minumnya, sambil bersiul
lagu Maroon 5. Jackie Chan mengikuti dengan mengambil tempat makanannya, sambil
salto 2 putaran.
Mereka sibuk dengan santapan berbuka masing-masing,
sedangkan saya membereskan berkas-berkas worksheet dan bersiap untuk keluar.
Saat hendak berjalan meninggalkan kelas, tiba-tiba ada bunyi
botol terjatuh.
BRUK!
Ternyata, jus mangga Adam Levine tumpah.
Isinya menyeruak ke lantai kelas, botolnya menggelinding ke
bawah meja.
“Yaaah, jus manggaku…” ucap Adam Levine, lemas.
“Kok kamu jatuhin sih?” Adam Levine menengok ke arah Jackie
Chan.
“Aku nggak sengaja, kayaknya kesenggol tanganku pas lagi
makan deh.”
Adam Levine merengut.
Saya mendekati mereka, “Sudah, sudah, kan tidak sengaja. Sekarang
coba kita bersihkan bareng-bareng ya tumpahannya.”
Jackie Chan gercep mengambil kain pel, lalu melap jus mangga
yang tumpah.
“Adam jangan marah, kan Jackie tidak sengaja. Coba sini
maafan dulu.”
Jackie Chan membuka tangan kanannya, dan disambut oleh Adam
Levine.
“Sini, makan spaghettinya berdua yuk.” tawar Jackie.
Adam Levine yang semula ogah-ogahan, akhirnya mau mengambil
sendok dan ikut makan berdua bersama Jackie Chan.
Mereka makan dengan akrab, dan beberapa saat kemudian,
kembali ceria lagi seperti sedia kala.
#2 Sliding Tackle
Ada beberapa pilihan untuk berbuka puasa.
Buka puasa bareng temen atau bareng keluarga. Di rumah atau
food court. Nyari yang makanan yang mahal atau cari takjil gratisan di masjid.
Untuk menunggu buka puasa juga banyak pilihannya.
Nongkrong di depan TV atau maen game. Ngaji atau membaca
buku. Ngobrol dengan keluarga atau tidur sampai adzan berkumandang.
Sewaktu SMA, saya dan teman-teman saya mencoba nungguin buka
puasa dengan cara yang berbeda. Kami memutuskan untuk menunggu buka dengan cara
olahraga: futsal.
Kami futsal dari sekitar jam setengah 5an, dan selesai satu
jam kemudian. Jam setengah 6.
Ini memang unik. Karena umumnya, orang-orang menunggu buka
dengan bersantai ria, kami malah dengan membuang keringat.
***
Seperti biasa, futsal dibagi 2 tim, 1 tim terisi 5 orang.
Saya biasanya menjadi bek. Tugasnya cuma merebut dan
membuang bola. Kalo lagi posisi prima, saya bisa sekalian berperan sebagai playmaker (pengatur tempo dan serangan).
Begini, orang bilang bek itu maennya kasar. Nubruk, nendang
kaki, mencederai lawan.
Dari sudut saya, yang sudah lama menjadi bek, kami para bek bukannya
kasar, tapi memang sedang berusaha keras untuk merebut bola. Yang secara tidak
sengaja menyentuh kaki lawan itu sendiri.
Saya kalo ketemu lawan yang dribelnya selevel Lionel Messi,
ngotot banget ngerebutnya. Nggak mau sampai lolos, apalagi sampai dilewatin
sama tuh orang.
Kalo ketemu lawan yang tembakannya kayak CR7, juga ngotot. Secepat
kilat tutup ruangan tembaknya, jangan sampe lawan sempet buat nembak.
Saya baru nggak ngotot maennya, saat bertemu lawan yang kalo
dribel keserimpet kakinya sendirinya. Atau pas mau nendang, bukannya bola yang
melayang, tapi malah sepatunya sendiri.
And finally, the game
is on.
Permainan dimulai dengan oper-operan bertempo pelan.
Tim lawan mengoper ke temannya, tanpa ada niatan untuk
menyerang.
Saat sudah “terbuka”, barulah mereka menyerbu dengan
kekuatan penuh.
Mereka bergerak ke bagian pertahanan saya.
Ada dua orang, dengan kekompakan selevel Tsubasa-Misaki. Oper kanan, oper kiri. Giring kanan, giring kiri.
Kalo Tsubasa maju ke depan, Misaki lalu gerak ke samping. Begitu sebaliknya. Mereka
kompak kayak udah jadi pasangan seumur hidup.
Tsubasa (well,
namanya bukan tsubasa, sih) mendribel, mencoba melewati saya.
Dia mau lewat kiri, saya tutup.
Dia mau lewat kanan, saya tutup.
Pokoknya mau lewat kemana, saya coba tutup. Kalo perlu pake
portal sekalian.
Tsubasa lalu mengeluarkan trik, bolanya melambung ke atas
melewati saya, kemudian ia menyalip dari samping.
Tsubasa berhasil menerobos pertahanan saya!
Danger alert! Danger alert!
Danger alert! – isi kepala berbunyi mendadak seperti notifikasi sosmed pada
handphone.
Saya mengejarnya.
Sadar sudah hampir tertinggal jauh, saya mencoba menekelnya
dari belakang.
Saya melompat lalu melakukan sliding tackle. Saya tekel bolanya ke samping, hingga keluar
lapangan.
Alhasil, bolanya out,
Tsubasa kaget dan terjatuh.
Mission complete. Kata
saya dalam hati.
Saya lalu mengangkat badannya, dan mengepalkan tangan untuk
tos dengan Tsubasa. Ia membalas dengan serupa. Tangan kami beradu, menandakan bahwa
tadi cuma bagian dari permainan. Bukan dendam, bukan emosi.
Permainan berlanjut lagi sampai adzan berkumandang.
Allahu Akbar, Allahu
Akbar…
Allahu Akbar, Allahu
Akbar…
Pertanda permainan harus selesai, dan ditutup dengan berbuka
puasa.
Kami berbuka dengan air putih dan sedikit jajanan kecil yang
tersedia di tempat futsal. Kami berbuka sambil mengobrolkan pertandingan tadi.
Selesainya berbuka, kami lalu pulang ke rumah.
Kami memutuskan sholat maghrib di rumah, karena di lapangan futsal
tidak ada mushola.
Kami lalu saling bersaliman, bermaafan kalo ada salah di
pertandingan tadi, kemudian meninggalkan lapangan menuju rumah untuk
beristirahat.
NB: (Sliding tackle – menekel dengan cara meluncur
sambil menjatuhkan badan) Sebenarnya, cara ini
tidak boleh di futsal. Namun, karena ini cuma maen biasa, kami mensahkan
cara ini.
#3 Lebaran
Di Solo, saat lebaran,
ada tradisi yang biasanya kami lakukan di kampung.
Tradisinya adalah sesudah sholat Ied, saya sekeluarga muterin kompleks (biasanya cuma satu
RT), kami masukin dari rumah ke rumah. Setiap masuk ke satu rumah, anggota
keluarga dari rumah itu akhirnya ikut untuk mengunjungi ke rumah berikutnya. Dan
begitu seterusnya.
Saya ingat, ketika masih SD, ulang tahun saya berdekatan
dengan hari lebaran. Jadinya, setiap masuk ke rumah tetangga, selau ada kalimat
template yang selalu keluar.
“Aldy minggu ini
ulang tahun lho!”
“Wah, slamet ya, Dy. Semoga panjang umur ya!”
“Ya udah ini, Pakde kasih kado (amplop berisi duit) buat
kamu!”
“Makasih, ya, Pakde.” bilang saya, tersenyum bahagia.
Kalimat-kalimat template
tadi terus menerus berulang dari rumah ke rumah. Kebayang, kan, bisa
ngumpulin berapa duit? Hehehehehe.
Enaknya masuk dari rumah ke rumah, selain faktor dapet “amplop”,
juga dapet makanan. Cemilan berjejer di meja tamu, siap untuk disantap, juga
siap untuk dibawa pulang.
Terkadang, ada tuan rumah yang menawari opor ayam. Kami sungkan, karena masih berkeliling ke rumah berikutnya. Tetapi, tuan rumah sampai memberikan piring ke tiap orang berisi kupat dan irisan ayam.
Karena takut mubazir, akhirnya kami makan (tentunya dengan lahap).
Dan dari semua hal yang istimewa dari tradisi ini adalah saat sesi maaf-maafannya.
It feels good. Ketika saya bersalaman dengan niatan memaafkan dan dimaafkan. Rasanya adem di hati, saat tangan saling bersapa dan senyum terbagi ke seluruh ruangan.
Yang mungkin, sebelumnya ada salah, ada momen yang tidak mengenakkan di hati, pada saat itulah, semuanya selesai. Emosi mereda, dendam turun seketika. Ujungnya, damai yang dinanti pun datang, menghampiri kami semua.
Buku pun ditutup dengan akhir manis.
Tawa yang meluas.
Dan bahagia yang membekas.
Mohon Maaf Lahir & Batin
"Saya Aldy Pradana, mengucapkan Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin kepada semua orang yang membuka dan membaca blog ini. Kalo ada salah kata tertulis, saya minta maaf. Semoga saya bisa menulis dengan lebih baik ke depannya. Amin."
You can follow my blog by click this link :) aldypradana.com
Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong.
Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.
Instagram: @arsenio.store.id
Tokopedia: Arsenio Apparel Store
Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Kalau kamu suka tulisan ini, kamu bisa follow akun KaryaKarsa saya di sini. Dan kamu bisa mengapresiasi kreator, dengan cara memberikan tip di KaryaKarsa. Have a nice day 🙂
- short description about the writer-
I talk & write about movies and pop culture
Twitter: @aldypradana17
Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Tokopedia: Arsenio Apparel Store ——— Instagram: @arsenio.store.id
Posting Komentar