Nggak disangka, blog ini sudah berumur satu tahun. Blog bernama aldypradana.com ini sempat bernama aldyond.blogspot.com, yang jujur saya sendiri nggak tau kenapa namanya begitu.
Untuk merayakan satu tahunan blog ini (dan sekalian merayakan 200.000 ribu viewers), saya ingin melakukan postingan spesial.
Postingan berisi kumpulan cerpen tentang segala kemungkinan dari jatuh cinta diam-diam. Yang baik, yang buruk, bahkan yang terduga.
Sekiranya, segitu aja. Nikmati cerpen pertama dari saya, dan jangan lupa buat follow blog ini, ya.
*tiup terompet*
*nyanyi lagu selamat ulang tahun*
***
#1 - Bayu dan Gaby
Waktu istirahat.
Perpustakaan. Duduk di pojokan dekat rak buku IPA.
Dia selalu di sana.
Gaby selalu di sana.
Dan dalam jarak yang tak
begitu jauh, aku mengerjakan tugas sambil melihatnya diam-diam.
Selalu.
Selalu begitu.
Aku mencuri pandangan
dalam persembunyian, tak berani mengajaknya ngobrol langsung.
Ingin sekali dapat
berdiri di depannya, saling bicara empat mata, lalu akrab kemudian.
Namun, apa yang ingin
ku obrolkan?
Game?
Mana mengerti Gaby
soal itu.
Politik?
Memangnya Gaby peduli
untuk bicara hal yang amburadul seperti itu.
Buku?
Ya. Harusnya, tentang
buku. Ia pasti suka bicara tentang buku. Ia selalu membaca buku
di sini. Bacaannya juga
bervariasi. Dari buku pengetahuan, buku islami, sampai novel.
Masalahnya, aku tak
suka membaca seperti Gaby.
Aku tak betah lama-lama
membaca buku. Hanya komik yang bisa membuatku duduk lama berjam-jam.
Membalikkan halaman demi halaman, dari volume 1 sampai volume 10. Aku baca semuanya
sekaligus tanpa jeda. Paling hanya rasa lapar atau haus, dan kebutuhan ke kamar mandi yang mampu
memisahkanku dengan komik.
Aku memaksa betah di
perpustakaan hanya karena dia.
Menatapnya, senyumku
terbentuk sendiri saking senangnya.
Menatapnya, hatiku meleleh,
mencair karena bening wajahnya.
Menatapnya, aku merasa
tenang. Setenang air sungai yang mengalir pelan.
Aku sudah lama
mengaguminya. Dari awal masuk SMA, sejak pertama kali mengenalnya di MOS, aku selalu
mengikuti gerak-geriknya. Mungkin, sekarang sudah hampir 1 tahun. Tapi, aku tetap
tak berani bilang kalo aku menyukainya.
Aku belum cukup berani untuk
berkata cinta kepadanya.
Mungkin, lain kali.
Atau malah, tidak sama sekali.
Aku sudah nyaman
dengan situasiku sekarang.
Kita lihat saja nanti
perkembangannya.
***
Beberapa hari kemudian
saat istirahat kedua, Gaby sudah berada di perpustakaan.
Ia sudah duduk di
pojok, menggenggam sebuah buku. Kali ini, sebuah novel dari Dee Lestari,
berjudul Filosofi Kopi.
Ia sudah di sana
dengan gaya yang sama.
Rambut dikuncir, poni
tersisir rapi, jam tangan pink terikat di tangan kiri, dan bahunya tegak, tak menempel sandaran kursi. Matanya
fokus, tak ingin diganggu.
Semuanya sama.
Gaby di sana, dan aku di
sini. Terpaut jarak rak
buku, meja, dan kursi.
Semuanya sama. Kecuali, satu hal.
Sekarang, ada seorang
cowok duduk di sebelahnya.
Aku mengernyitkan
dahi.
Siapa dia? Kenapa dia duduk di
sana? Kenapa dia bisa duduk
di sebelah Gaby yang aku sukai?
Cowok itu lalu
memanggil Gaby. Gaby menengok sambil menutup bukunya.
Ini hal yang cukup
aneh. Karena biasanya, teman dekatnya saja selalu ia acuhkan kalo sudah asyik
membaca. Tetapi sekarang, Gaby berbeda. Dengan cowok itu, ia berbeda.
Mereka lalu mengobrol
akrab. Tawa, senyum, sentuhan halus pada lengan menyelip saat mereka saling
bicara.
Kemudian, mataku
merekam kejadian mengejutkan.
Saat mereka saling
berpandangan, tangan mereka menyatu di bawah meja. Sembunyi-sembunyi agar tak
diketahui orang banyak di perpustakaan.
Dan saat itu terjadi, badanku
menggigil. Hawa dingin merangkul tubuh, membekukanku hingga membatu.
Aku pun merasa sepi.
Diantara orang yang
berlalu lalang di tempat ini, diantara wangi parfum ruangan yang tersebar
bersama angin AC, diantara kata-kata yang samar terucap, aku tiba-tiba merasa
kosong.
Aku terdiam seperti
telah terinfeksi sebuah penyakit parah, yang menyerang langsung di bagian hati.
Mungkin, inilah akibat
dari jatuh cinta diam-diam.
Tak kunjung berkata
apa yang sudah tersarang di hati, akhirnya malah sakit hati sendiri.
Dengan keadaan kepala
masih dirubung awan hitam, aku pun beranjak dari kursi, lalu menuju pintu keluar.
Mungkin, ini sudah
saatnya aku mencari perempuan lain.
Mungkin, aku akan mendapatkan pengganti Gaby yang jauh lebih baik.
Dan bila nanti aku menemukannya, aku
harus berani bilang cinta kepadanya.
***
#2 - Derita Cinta Aldo
“Gimana nanti? Jadi,
kan, kita nonton bareng?” kata Aldo sambil menyenggol Elma.
“Jadi dong. Langsung
kumpul di XXI aja, ya.” balas Elma. “Gue nanti yang beliin tiketnya, lo pada
langsung dateng on time jam 7.”
Elma menunjuk dua
lelaki jomlo dengan tatapan tajam, “Dan, jangan lupa gantiin uang tiketnya.
Harus bayar sebelum masuk studio, nggak pake acara utang-utangan!”
“Siap nyonya!” Aldo
dan Bahri memberikan hormat ala pasukan tentara saat bertemu dengan komandannya.
Bel sekolah berbunyi,
mereka lalu masuk ke kelas dan duduk di bangku masing-masing. Sesuai kebiasaan,
Aldo dan Bahri duduk paling belakang, lalu Elma dan Windi duduk paling depan. Untuk
urusan seperti ini, mereka memang
berkebalikan.
Elma dan Windi rajin
mengerjakan PR, Aldo dan Bahri rajin mencoret-coret meja kelas.
Elma dan Windi rajin
mendapatkan nilai sempurna, Aldo dan Bahri rajin mendapatkan remedial.
Elma dan Windi rajin
mencatat materi pelajaran, Aldo dan Bahri rajin tidur di kelas.
Di kelas, mereka
memang berkebalikan. Tapi, di luar kelas, mereka banyak kesamaan.
Sama-sama suka
karaokean. Sama-sama suka nonton
bareng. Sama-sama suka nongkrong
bareng
Lucunya, dalam
kelompok ini, ada yang satu orang yang menyukai teman dalam kelompoknya
sendiri. Orang itu bernama Aldo. Ia menyukai sahabatnya, dan sampai sekarang, belum
berani menyatakan rasa cintanya.
Aldo menyukai Elma.
Jelas.
Elma cantik, ramping,
berkulit cokelat mirip Agnez Mo (tapi tanpa otot kekarnya).
Aldo tidak mungkin
suka dengan Windi karena ia sudah punya pacar, dan juga bukan kriterianya. Aldo
juga tidak mungkin suka dengan Bahri. Karena kalo itu terjadi, cerita ini
berakhir sekarang juga.
Aldo hanya suka dengan
Elma.
Cuma Elma seorang.
Elma orangnya tomboy
dan blak-blakan. Beberapa cowok menghindari tipe cewek seperti ini, tapi tidak
dengan Aldo. Dia suka dengan cewek gagah seperti Elma. Menantang, katanya.
“Abis kita nonton, gue
bakal ngomong jujur sama Elma.” seru Aldo saat sedang pelajaran di kelas.
“Ini beneran bakal
kejadian?” tanya Bahri, sedikit meledek. “Soalnya, lo sering banget ngomong
gitu, tapi ujungnya, tetep nggak ngomong-ngomong, tuh.”
Aldo mengepalkan tangan,
matanya memicing, “Yakin! Karena sekarang, gue yakin Elma bakal nerima gue!”
(Lanjutannya hanya tersedia di konten berbayar di KaryaKarsa: https://karyakarsa.com/aldypradana17/4-cerita-tentang-jatuh-cinta-diam-diam
Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong.
Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.
Instagram: @arsenio.store.id
Tokopedia: Arsenio Apparel Store
- short description about the writer-
I talk & write about movies and pop culture
Twitter: @aldypradana17
Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Tokopedia: Arsenio Apparel Store ——— Instagram: @arsenio.store.id
Posting Komentar