Sebenarnya, saya ingin memberi judul postingan
ini dengan “Memang Benar, Jatuh Cinta
Itu Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri”, tapi karena takut membawa banyak pertanyaan, saya memutuskan mengganti judul tersebut.
Lalu kenapa saya ingin ngasih judul postingan ini mirip dengan
novel terbarunya Bernard Batubara? Karena inspirasi postingan ini, datang dari
judul buku itu.
Saya setuju dengan premis dari Mas Bara. Saya setuju kalo jatuh cinta itu tidak cuma pengalaman indah yang berbunga-bunga,
atau bahagia di akhir cerita. Ada kalanya, jatuh cinta membuat sakit tak
terkira. Bahkan, sampai merasa kehilangan nyawa.
Saya pernah mengalaminya,
Misalnya,
Saat Bertemu Putri
Terjadi saat SMP, saya menyukai seorang cewek
bernama Putri. Perempuan ini cukup tinggi, kulitnya hampir seputih susu, rambut
hitamnya panjang menutupi punggungnya. Kadang, ia memakai bando ungu mengikat
rambutnya yang lurus itu.
Sebagai secret
admirer, saya cuma bisa menyukainya dari jauh. Ibarat bahasa anak muda sekarang, saya sedang mengalami jatuh cinta
diam-diam.
Layaknya orang yang suka dengan seseorang, saya lalu mencari banyak hal tentangnya. Nama lengkapnya siapa, ke sekolah naik apa,
dan tentunya, nomor handphonenya berapa.
Saat sudah mendapatkan nomornya, saya ingin sekali sms Putri. Permasalahan pun timbul: “Gimana SMSnya ya?”
Saya ingat, sasya mencari-cari kalimat pembuka
yang pas. Muncul beberapa opsi seperti:
-
Halouw,
Leh kNaL??
-
Km
cAntiQ bGt Sih, KnaLan DoNnngGGx!!
-
AiiyaNkk
CinTaquUUuuH BdAdaRiQ ,,,,,,
Dulu, cara sms seperti ini ngetren
dan terkesan gaul banget. Sekarang,
mengingat kejadian itu, saya merasa jijik sendiri.
Akhirnya, terpilih kalimat yang lebih pas dan simple,
“Hai,
Aq Aldy, Km PutRi y?”
Sms
terkirim. Badan langsung panas dingin.
“Dibales nggak, ya?” kalimat yang
terngiang-ngiang terus berputar di kepala.
Satu jam berlalu.
Masih nggak dibales.
Dua jam berlalu.
Ada sms masuk.
Saya buka dengan semangat, dan baca pelan-pelan
isi pesannya, “ISI ULANG Rp 50RB sd 10 Januari …”
Monyet. Ternyata dari operator.
Tiga jam berlalu.
Akhirnya, ada sms lagi. Saya buka agak males
sambil berharap sms ini bukan lagi dari operator.
“Y, iNi PutRi, iNi ALdY Sp yAch?”
Yes! Dia bales sms saya!
Gue balas smsnya, “InI AlDy kelas D, kTa sAtu
SekoLaH”
Dan dimulai dari sms itu, saya pun mulai dekat
dengan cewek yang gue suka (lewat SMS).
Hampir tiap hari, kami ngobrol lewat ketikan
SMS. Topiknya macam-macam, bisa tentang soal ulangan yang susah banget, tentang
film Indonesia paling lucu, dan paling aneh, tentang kucing kawin di depan
rumah saya.
Semua sms itu saya lalui dengan perasaan senang.
Sesenang Marlin waktu menemukan anaknya, Nemo. Sesenang anak kecil yang dibelikan
es krim cokelat oleh ibunya. Pokoknya, semua terasa bahagia saat itu.
Saya inget, saya pernah menggambar sosok Putri di
buku catatan gue. Yang kemudian, dilihat teman sebangku saya, Abid.
“Gimana, Bid? Bagus, kan? Cantik, sama kayak aslinya?”
Abid memandang sinis, “Ho’oh, Dy, Cantik.
Koyo ibu perawan tua sing ra tau dijamah.”
“Asem.” kata saya, singkat. Lalu, menutup buku
catatan saya.
“Jek smsan karo Putri, Dy?” tanyanya, mengganti
topik pembicaraan.
“Masih. Ngopo?”
Abid menatap serius, “Kasih something ngono, Dy, spesial buat Putri.
Mosok mung smsan terus?”
“Bener juga.” Saya manggut-manggut.
Perkataan Abid membuat saya berpikir. Saya harus
memberi something yang pas buat Putri.
Beberapa menit berlalu, saya mendapatkan ide.
Tidak tahu kenapa, saya ingin memberinya CD MP3. Mungkin berdasarkan observasi saya, ia cukup dekat dengan ‘musik’.
Saya pernah melihatnya ikut pensi. Saya juga ingat, dia pernah sms seperti ini, “Aq LaGi SKa sAmA lAguNyA AstRid niCh. YaNG
JdikAn aKU yG keDua.”
Mohon maaf jika tulisan anda membuat pusing dan lupa ingatan. Agar tidak bingung, saya akan jelaskan artinya.
“Aku lagi suka sama lagunya Astrid, nih, yang Jadikan Aku Yang Kedua.”
Dari situ, saya cukup yakin, MP3 adalah something yang tepat buat Putri.
Dasar tidak bakat bikin surprise, saya malah memberitahu dia.
*karena sms alay
ternyata membuat sakit mata sang penulis, penulis memutuskan untuk menuliskan
dengan bahasa Indonesia yang normal dan sehat*
“Aku pengin
ngasih kamu sesuatu, lho.”
“Apa?”
“MP3 lagu
Indonesia.”
“Aku nggak
gitu suka sama lagu Indonesia, Aldy.”
“Lho, bukannya
kamu pernah ngomong suka lagunya Astrid – Jadikan Aku Yang Kedua?”
“Iya, sih,
tapi, aku lebih suka lagu barat.”
“Kayak?”
“Simple Plan,
Good Charlotte, Green Day, gitu.”
“Oh gitu. Ya
udah, aku kasih kamu MP3 lagu yang campur Indonesia-Barat aja.”
Setelah percakapan lewat sms itu, dengan cepat, saya segera pergi ke mall terdekat.
***
Esoknya, saya membawa something untuk Putri,
CD berisi MP3 lagu-lagu kesukaannya. Hari itu, saya bersiap untuk pertama kalinya bertemu dan
ngobrol langsung sama Putri.
Sesudah pulang sekolah, ia sms, “Mana
MP3nya?”
“Ada, nih, kamu kesini aja, ke gerbang ke
sekolah.”
Saya lalu memasukkan handphone ke dalam kantong celana, menanti dia datang. Selama
menunggu, jujur, saya deg-degan. Jantung kayak lagi mainin musik heavy metal.
Keringat mengucur deras mirip genteng bocor pas hujan. Saya grogi.
Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya ia tiba.
Rambutnya dibiarkan teruai tertiup angin. Jaket
hitamnya tertutup rapi, tanda bersiap untuk pulang. Dia, tampak cantik seperti
biasanya. Dan, itulah pertama kalinya saya melihat Putri sedeket itu.
Ia lalu membuka tangan kanannya, menagih MP3.
Saya masih diem. Mlongo. Terlalu takjub sama kecantikannya
Putri.
“Aldy, mana MP3nya?” katanya, dengan suara imut.
“Oh, iya.” Saya kembali ke dunia nyata, lalu
membuka tas punggung.
“Nih, Put, semua lagu favoritmu ada disitu.”
“Oke. Makasih, ya, Al.” ia tersenyum, lalu
meninggalkan saya. Ia berdiri di tempat ia biasa menunggu dijemput orang tuanya, yaitu di bawah pohon depan sekolah.
Saya sendiri masih meleleh karena bisa sedeket
itu dengannya.
Walaupun sebenernya, saya berharap pertemuan kami bisa
lebih daripada itu. Saya berharap bisa ngobrol lebih lama, lebih deket, dan lebih
intim.
Saat masih membayangkan harapan yang ketinggian
bersama Putri, saya melihat Putri dijemput. Biasanya, memakai motor Honda Supra
Fit, orang tuanya yang menjemput, kadang ayah atau ibunya.
Tapi kali ini beda, yang menjemput, terlihat
lebih muda. Seorang cowok dengan badan gagah, menggunakan banyak gelang di
pergelangan tangannya, dan memakai seragam serta celana pendek warna biru. Motornya
juga Satria F modifan dengan knalpot bersuara seberisik petasan.
Saya lihat lebih teliti cowok itu.
Sekali lagi, saya lihatt lebih detail dari atas
sampai bawah cowok itu.
Saya tersdar.
“LHAH, ITU KAN KAKAK KELAS!” ucap saya, terkejut.
Putri duduk dibelakang, lalu merangkul sang
kakak kelas. Mereka berdua berpacu mesra diatas motor, meninggalkan saya yang
cuma bengong.
Saya tidak mengerti.
Setau saya, dia tidak punya
pacar.
Setahu saya, dia tidak dekat dengan cowok lain.
Tiba-tiba dia bermesraan dengan
cowok lain, tepat setelah saya memberi sesuatu ke dia. Tepat, disaat saya berharap lebih ke dia.
Saya menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengerti
apa yang terjadi, mencoba mengurangi rasa sakit di dada ini.
Tak tau harus berbuat apa lagi, saya memutuskan
untuk pulang. Saya memutuskan untuk melupakan semua ini. Dan selama berjalan
menuju tempat parkir sepeda, gue baru ngerti kalo jatuh cinta itu bisa membuat luka sesakit ini.
Saat Bertemu Terry
(2 cerpen berikutnya hanya tersedia dalam konten berbayar di Karya Karsa)
Akan saya tutup dengan mempromosikan jualan online saya, Arsenio Store ID. Tempat menjual Apparel seperti Sweater, Hoodie, dan Celana yang simple dan minimalis. Cocok untuk traveling dan nongkrong.
Untuk melihat produknya, bisa kunjungi Instagramnya, di @arsenio.store.id, dan Tokopedianya, Arsenio Apparel Store.
Instagram: @arsenio.store.id
Tokopedia: Arsenio Apparel Store
- short description about the writer-
I talk & write about movies and pop culture
Twitter: @aldypradana17
Instagram: @aldy_pradana17
KaryaKarsa: @aldypradana17
FB Page: Aldy Pradana
Tokopedia: Arsenio Apparel Store ——— Instagram: @arsenio.store.id