Nama gue Aldy Pradana, usia 21 taun, sedang cuti kuliah, dan sekarang, masih mengejar mimpi menjadi penulis buku profesional.
Gue memulai perjuangan ini saat pindah ke rumah Solo, rumah di kampung halaman, yang sekarang kosong tanpa penghuni. Dengan laptop sodara, gue menulis naskah buku berjudul "Biru Toska: Kisah Mahasiswa di Dua Kota". Isinya tentang kisah gue di dua kota, Solo dan Sidoarjo.
Naskah jadi, gue print, dan gue bawa ke yogya.
Di Yogya, tepat di kantor gagasmedia, gue ketemu Mas Bara (@benzbara_), penulis buku fiksi best seller. Gue kasih naskahnya ke tangan beliau. Mirip-mirip kayak seorang samurai memberikan pedang ke gurunya, "Ini pedangnya, sensei!" Dan sang guru pun memegang pedang dan berucap, "Haik! Pedangnya sudah diterima. Ini genre pedangnya apa ya?"
Lamunan gue terbuyar, "Ha? Genre pedang? Oh, maksudnya genre buku? Ini personal literature mas." kata gue, abis ngelamunin soal samurai dan pedang-pedangan.
Naskah gue dibuka, dijamah, dielus-elus sama Mas Bara (bentar, ini buku apa kucing?). Kemudian, beliau berkata, "Ini tema utamanya apa Aldy, eh Aldy bener kan?"
"Iya Aldy, mas. Bisa Aldy, atau AL doang, kayak anaknya Ahmad Dhani."
Mas Bara melihat dengan sinis.
"Aldy aja gapapa, mas." kata gue pasrah.